Saturday, April 4, 2009

3 Tahun di Bremen

Kemarin, tepatnya Jumat, 3 April 2009,

Aku merayakan 3 tahun di Bremen. Selama 3 tahun ini, aku merasakan lika-liku kehidupan dan naik-turunnya motivasi studi.

Aku merayakan dengan mencukur rambut. Lebih tepatnya sih pergi ke tukang cukur depan stasiun utama (Hauptbahnhof Bremen). Kalau aku mencukur sendiri rambutku, pasti kacau balau, deh. Lebih baik aku serahkan urusan rambut kepada profesional. Kata Hadits, "serahkan kepada ahlinya". Bilangnya sih "Ab 7 euro", yang artinya "mulai 7 euro", tetapi dia minta 10 euro.

Kata-kata penting saat cukur:
- "kurz", artinya pendek
- "normal"
- "nach hinten", disisir ke belakang

Yang mencukurku juga bukan orang Jerman, nampaknya ibu-ibu Turki. Aku teringat masa lalu di Bandung. Tukang cukur langgananku orang Garut. Aku sudah berlangganan sejak kelas 1 SMP. Mungkin kembali ke Bandung, aku akan dicukurnya lagi.

***

Aku merenungi masa 3 tahun di Bremen, Jerman, dengan hal-hal penting maupun tak penting. Ada senang dan sesal berbaur menjadi satu.

Aku senang bisa berkenalan dengan banyak teman baru, baik Indonesia maupun Jerman, tak lupa beberapa kawan bangsa lain yang kutemui. Juga senang akhirnya niatku pergi ke Oktoberfest di München bisa kesampaian, tepatnya di tahun 2008 lalu.

Sesalku adalah aku belum selesai dengan studi masterku. Aku menghabiskan 1 tahun (atau 1,5 tahun) dengan hal tak produktif: melamun, berkhayal, melarikan diri dari kewajiban dengan berbagai cara.

Ada masa, aku terombang-ambing dengan tujuan hidupku. Pada masa itu, aku seperti tidak tahu apa sesungguhnya tujuan hidupku, apa mauku, mau jadi apa aku ini, masa depan apa yang ingin kubentuk. Masa itulah ketika aku tidak produktif dengan studiku. Aku lalu melarikan diri dari masalah studi dan krisis tujuan hidupku dengan cara jalan-jalan, pergi makan-makan, dll.

Namun aku yakin 3 tahun ini bukanlah suatu hal yang tak bermakna. Dalam senang dan sesal terdapat anugerah Tuhan. Aku percaya bahwa ada didikan Tuhan di sini. Aku yakin pengalaman 3 tahun di Bremen ini berguna bagiku.

***

Selama 3 tahun di Bremen, aku belum pernah kembali ke Indonesia.
Bapakku datang ke Eropa, Oktober 2007, lalu menemuiku.
Ibuku datang ke Eropa, Oktober 2008, lalu berjumpa denganku.
Aku belum balik ke Indonesia karena berkomitmen untuk pantang balik ke Indonesia sebelum lulus master.

***

Sekarang aku mendengar panggilan ibu pertiwi. Aku sudah tidak takut akan masa depanku. Aku sudah kangen negeriku. Aku harus menyelesaikan studiku dengan segera. Motivasi studiku sudah naik kembali dan kepercayaan diriku sudah kembali. Aku sudah siap mengerjakan tesis. Lalu menjemput kelulusanku di ujung akhir dari studi masterku.

Setelah itu, aku tahu apa yang aku mau, yaitu lanjut doktoral.
Aku sekarang sudah kembali menjadi pejuang.
Sekarang aku tidak melihat kabut gelap lagi ketika mataku memandang cakrawala masa depan.

Condro yang penuh semangat telah kembali.
Condro baru telah lahir seiring penantian Paskah. Minggu depan Paskah, lho.
Kebangkitan Yesus kurayakan dengan kebangkitan Condro dari rasa malas dan rasa takut.

Sekarang saatnya merengkuh hari-hariku. Carpe Diem!

Bremen, 4 April 2009